Lampung – Belum lama ini telah dibedah buku berjudul Menjadi Guru Masa Depan, karya Dr. Hepartiwi, MPd, akademisi Universitas Lampung yang juga Ketua Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI).
Ada banyak pesan dalam buku ini, terutama terkait seorang guru harus yakin mampu menentukan masa depan anak didiknya mau menjadi apa.
Untuk itu seorang guru juga harus yakin dalam menjalankan kurikulum dan metode belajar yang mendukung sesuai karakteristik anak didiknya, sehingga seorang guru bisa menebak di masa depan anak didiknya tersebut akan menjadi apa?
“Saya itu terbayang seperti ini, kita sekarang misalnya mengajar siswa di kelas 1 SD, dia akan bisa hidup mandiri di tahun berapa? 6, 9 dan 12 tahun lagi baru lulus sekolah dan apakah sudah bisa hidup mandiri setelah lulus SMA?” katanya.
Menurutnya jika bekal yang diajarkan seorang guru tidak pas, maka artinya, anak didiknya tersebut harus siap menjadi seorang pengangguran.
“Artinya guru itu memang harus cerdas, bisa memprediksikan 10 tahun lagi menjadi apa pada siswanya? Maka dari itu, saya selalu katakan guru itu cerdasnya seperti mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lainnya,” kata Hepartiwi.
Untuk itu saat ini bagi mahasiswa keguruan atau FKIP yang tidak cerdas diharapkan untuk mundur dari FKIP.
“Kalau anda tidak cerdas mumpung belum semester tinggi anda bisa mundur dari FKIP atau sekolah keguruan. Ini bukan pilihan keberapa, ini pilihan pertama. Karena harus bisa memprediksikan ketika menjadi seorang guru,” ujarnya.
“Oh si A 10 tahun lagi menjadi matematikawan, jadi kita punya metode mengajarkan mereka bagaimana untuk mencapai prosesnya. Seorang guru memang sebisa mungkin menjadi tabib bisa meramalkan,” katanya lagi menambagkan.
Hal ini tentu bukan berarti guru bisa menentukan masa depan anak didiknya. Namun bisa memprediksi dan menyiapkan bekal yang sesuai untuk anak didik tersebut mencapai karir kesuksesannya ketika sudah tidak lagi bersekolah.
Acara bedah buku dengan tajuk kopi literasi ini juga ditemani Ikhsanudin, Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Provinsi Lampung yang juga pemilik penerbitan Aura Publishing.
Ikhsan sependapat apa yang disampaikan Hepartiwi. Menurutnya, menjadi seorang guru selain panggilan jiwa juga merupakan takdir Allah SWT. Menjadi seorang guru ini salah satu profesi yang paling disyukuri, hal ini dikarenakan tidak semua orang bisa menjadi guru.
“Menjadi guru itu berat. Saya pernah menjadi seorang guru, dan saya rasakan sangatlah berat. Dari situ saya berpikir, tidak semua orang bisa menjadi guru,” kata Ikhsan.
“Guru itu hebat sekaligus berat, nyatanya saya juga gak kuat. Maka beruntunglah bagi orang-orang yang telah dipilih Allah SWT menjadi seorang guru,” ujar Ikhsan menambahkan. ***