Hukum dan demokrasi, seperti yang menjadi judul dari buku yang ditulis saudara Wendy Melfa, adalah dua hal yang tidak mungkin terpisahkan. Demokrasi membutuhkan hukum agar tumbuh menjadi sistem politik yang berkeadilan. Hukum, di sisi yang lain, juga membutuhkan iklim yang demokratik, agar dapat lebih bekerja secara imperatif.
Sebagai sebuah buku yang berisi mozaik pemikiran dan karya dari penulis, buku ini terlihat sekali berusaha untuk menjangkau keluasan tema yang diangkat. Dengan pilihan beragam kasus dan topik, buku ini memiliki perspektif yang kaya untuk dapat disuguhkan kepada pembaca. Namun, yang membuat buku ini menarik dan berbeda adalah, kendati karya-karyanya ditulis dalam situasi dan waktu yang terpisah-pisah, semua karya yang tertuang dalam buku ini, bermuara pada segara tema yang sama.
Melalui berbagai tulisan yang ada dalam buku ini, penulis berusaha mengingatkan kita kembali tentang arti negara hukum (recht staat). Satu konsep, yang dalam konstitusi republik, tertuang bersanding dengan konsep negara demokrasi: Undang-Undang Dasar 1945, Pasal (2) “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, dan Pasal (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Konsekuensi menjadi negara hukum demokratik artinya menjadikan hukum sebagai panglima dalam sistem politik demokrasi. Satu sistem ketatanegaraan, dimana kedaulatan rakyat menjadi basis sekaligus pilar bernegara. Oleh karenanya, hukum positif yang hidup dalam negara seperti ini, adalah hukum yang juga adalah produk politik. Hukum tersebut, disusun melalui proses yang demokratik, baik secara prosedural maupun substansial. Harapannya, hukum yang hidup, adalah hukum yang benar-bentar menjiwai dan senafas dengan kehendak rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Ulasan
Belum ada ulasan.